Mediatha.Com, Mamuju,Sulbar— Ratusan tenaga kesehatan (Nakes) di Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju mogok kerja sejak Senin lalu, (12/7).
Koordinator Gerakan Nasional Perawat Honorer Indonesia (GNPHI) Mamuju, Usman mengatakan, aksi itu merupakan reaksi atas menajemen rumah sakit yang dianggap tidak becus memperhatikan nasib mereka.
Kata Usman, selain tak digaji, sejak bulan April tahun ini, para tenaga kesehatan selama ini bekerja tanpa kejelasan status, sehingga mendesak Direktur RSUD Mamuju dicopot dari jabatannya.
“Karena seandainya dia (direktur RSUD Mamuju) mampu, seharusnya pasca dikeluarkan SK bupati Mamuju penangguhan dulu, mestinya ini direktur lihai mengambil alih dulu membuatkan SK, supaya BPJS nakes bisa dibayarkan,” tutur Usman.
Kami tanpa status jelas, jika kami tidak ada SK bisa jadi malpraktek dalam memberikan pelayanan. Harusnya direktur bisa paham ini, ucapnya.
Bagi Usman, RSUD Mamuju merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang fleksibel dalam pola pengelolaan keuangan, sebagai pengecualian dari ketentuan Pengelolaan Keuangan Daerah pada umumnya.
“Sudah tiga tahun ini rumah sakit BLUD, artinya ada jalan ini seandainya dia mampu,” tegasnya.
Usai menerima keluhan Koordinator GNPI Mamuju, Wakil Bupati Mamuju, Ado Mas’ud pun menilai bahwa masalah Nakes di RSUD adalah masalah serius karena menyangkut pelayanan publik.
Apalagi menurutnya, situasi sedang Pandemi COVID-19, para Nakes sangat dibutuhkan sebagai garda terdepan jika terjadi hal yang tidak di inginkan dalam penanganan kesehatan.
“Ini seharusnya bisa diselesaikan oleh manajemen rumah sakit, apalagi status sudah BLUD, itu secara mandiri mengelola sistem keuangannya. Tentu ini akan menjadi evaluasi kami dan saya akan komunikasi lanjut dengan bu bupati kita, sehingga ada solusinya,” ucapnya.
Sambung kata Ado, kami berharap manajemen RS ini sehat, karena tidak ada kewajiban untuk menyetor PAD, malah disuplai dana kesana, jadi harus kesejahteraan Nakes itu ditingkatkan, bukan seperti ini kejadiannya.
Sambung Usman menyampaikan, jika dulu periode Suhardi Duka itu ada uang lauk pauk setelah itu kemudian tidak ada lagi.
Saat dikonfirmasi, dr. Titin Hayati mengatakan bahwa SK tenaga kontrak sudah dicabut, sehingga tidak ada dasar untuk membayarkan.
“Saya kira SK tenaga kontrak kemarin dicabut toh, dasar untuk membayar gajikan harus ada SK,” ucap dr. Titin.
Terkait pelayanan ia mengatakan, akan memaksimalkan PNS yang ada.
Menanggapi soal direktur RSUD Mamuju tidak becus, ia mengatakan, status mereka itu suka rela jadi harus suka dan rela.
Lanjut ia menjelaskan, bahwa SK kontrak itu dari bupati. “Januari sampai Maret itukan ada SK terbit dari bupati sebelumnya. Ketika di April, jadi ini dampak dari SK pencabutan, jadi statusnya suka rela”.
Memang kami kekurangan tenaga, tapi SK itu dari Bupati jadi apa dasarnya untuk digaji. Ia mengaku telah menyampaikan masalah tersebut ke Sekda Mamuju. Bahkan menurutnya ada masalah keterbatasan anggaran dan penghasilan RS yang menurun, karena saat ini hanya memakai tenda.
Terkait desakan untuk mundur ia mengatakan, “Silahkan saja, itukan tergantung bupati”.
Dr. Titin bahkan menuding, ada pihak memprovokasi tenaga kontrak.
(Ant/Anhar)