Muhammad Yusuf : Perlindungan Hukum Kain Tenun Sukomandi sebagai Warisan Budaya Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat

oleh
oleh

Mediatha.Com

Penulis : Muhammad Yusuf

Kain tenun Sukomandi merupakan salah satu warisan budaya khas Kalumpang, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, yang memiliki nilai sejarah, filosofi, dan ekonomi penting bagi masyarakat lokal. Keunikan motif, teknik tenun tradisional, serta keterkaitannya dengan identitas budaya Mandar menjadikan kain ini tidak sekadar produk tekstil, tetapi juga simbol kearifan lokal. Namun, di tengah arus globalisasi dan komersialisasi budaya, kain tenun Sukomandi menghadapi tantangan berupa klaim pihak luar, pemalsuan produk, hingga menurunnya minat generasi muda.

Untuk itu, diperlukan strategi perlindungan hukum yang komprehensif agar kain tenun Sukomandi tetap lestari, terlindungi, dan mampu berdaya saing. Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju memegang peranan krusial dalam mewujudkan perlindungan ini melalui pendekatan hukum kekayaan intelektual (HKI), pembentukan Peraturan Daerah (Perda), serta langkah pendukung yang berkelanjutan.

A. Perlindungan Formal Melalui Skema HKI

1. Merek Kolektif (Collective Mark)

Merek kolektif memastikan hanya perajin asli Sukomandi yang berhak menggunakan label resmi tenun tersebut.
Langkah konkret: identifikasi perajin, pembentukan asosiasi, penyusunan standar produksi, pendampingan hukum, serta pengawasan dan sertifikasi.

2. Indikasi Geografis (IG)

IG memberikan pengakuan atas keterkaitan kualitas kain dengan wilayah Sukomandi.
Langkah konkret: penelitian link geografis, pembentukan kelompok pemegang hak, penetapan batas geografis, pendaftaran ke DJKI/WIPO, serta promosi berbasis reputasi.

3. Pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK)

KIK melindungi unsur budaya yang tidak dapat dikomersialisasi, seperti motif sakral atau teknik kuno.
Langkah konkret: inventarisasi dan dokumentasi, pencatatan ke DJKI, pencegahan klaim sepihak, serta digitalisasi arsip budaya.

B. Langkah-Langkah Pendukung

Selain perlindungan formal, strategi pelestarian juga membutuhkan langkah pendukung:

4. Edukasi dan Pelatihan – workshop HKI, peningkatan kualitas produksi, dan integrasi dalam kurikulum sekolah.

5. Pemasaran dan Digitalisasi – platform e-commerce, pameran budaya, serta promosi digital.

6. Pemberdayaan Ekonomi Perajin – bantuan bahan baku, akses modal, dan pembangunan sentra tenun berbasis wisata.

7. Pengawasan dan Penegakan Hukum – pembentukan satgas anti-pemalsuan, monitoring pasar, dan bantuan hukum bagi perajin.

 

C. Peran Peraturan Daerah dalam Perlindungan Tenun Sukomandi

Peraturan Daerah (Perda) diperlukan sebagai instrumen hukum daerah untuk memperkuat perlindungan HKI terhadap kain tenun Sukomandi. Perda ini dapat mengatur aspek kelembagaan, standar produksi, promosi, hingga penegakan hukum. Beberapa pokok yang dapat dimuat dalam Perda antara lain:

1. Pengakuan Tenun Sukomandi sebagai Warisan Budaya Daerah yang wajib dilestarikan dan dilindungi.

2. Kewajiban Inventarisasi dan Pencatatan oleh pemerintah daerah sebagai bentuk perlindungan hukum.

3. Pembentukan Lembaga/Asosiasi Resmi Perajin Tenun Sukomandi sebagai wadah kolektif pemegang hak merek dan indikasi geografis.

4. Pengaturan Mekanisme Perlindungan HKI (Merek Kolektif, IG, dan KIK) dengan fasilitasi penuh dari Pemda.

5. Penguatan Ekonomi Kreatif Daerah melalui promosi, insentif, serta pengembangan pariwisata berbasis budaya.

6. Penegakan Hukum dengan melibatkan Satpol PP, dinas terkait, dan aparat penegak hukum untuk mencegah pemalsuan dan eksploitasi ilegal.

 

Dasar Hukum

Penyusunan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Kain Tenun Sukomandi memiliki legitimasi kuat berdasarkan:

1. UUD 1945 Pasal 32 ayat (1) dan (2): Negara memajukan kebudayaan nasional dan menjamin masyarakat dalam memelihara nilai budayanya.

2. UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta – melindungi ekspresi budaya tradisional.

3. UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis – dasar hukum pendaftaran merek kolektif dan IG.

4. UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan – mewajibkan pemerintah daerah untuk melestarikan dan memajukan objek kebudayaan.

5. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (jo. UU No. 9 Tahun 2015): memberikan kewenangan kepada daerah dalam bidang kebudayaan dan pariwisata.

6. PP No. 56 Tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal – regulasi teknis pencatatan ekspresi budaya tradisional.

7. Permenkumham No. 13 Tahun 2017 tentang Indikasi Geografis.

 

Kesimpulan

Perlindungan hukum kain tenun Sukomandi tidak cukup hanya melalui mekanisme HKI, tetapi juga memerlukan payung hukum berupa Peraturan Daerah. Dengan adanya Perda, maka:

1. Aspek hukum lebih kuat karena memiliki landasan formal di tingkat daerah.

2. Aspek ekonomi diperkuat melalui promosi, insentif, dan pengembangan wisata budaya.

3. Aspek budaya tetap lestari dengan adanya perlindungan dan pewarisan generasi ke generasi.

 

Dengan langkah terintegrasi ini, kain tenun Sukomandi bukan hanya terlindungi dari klaim tidak sah, tetapi juga mampu menjadi ikon kebanggaan budaya dan penggerak ekonomi kreatif Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.