Mediatha.Com,Mamuju—Kepala Bapperida Provinsi Sulawesi Barat, Junda Maulana, menegaskan pentingnya pengelolaan sumber daya alam (SDA) secara kolaboratif dan berkelanjutan sebagai solusi menghadapi kompleksitas pembangunan serta keterbatasan fiskal daerah.
Hal itu disampaikannya saat membuka Pertemuan Rutin Kelompok Kerja (Pokja) REDD+ Sulawesi Barat, yang digelar di Ruang Rapat Bapperida, Senin, 20 Oktober 2025.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari penyaluran dana Result Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund Output 2 melalui Yayasan Sulawesi Cipta Forum (SCF).
“Sulbar harus mampu mengelola seluruh potensi yang dimiliki, termasuk hutan lindung yang mendominasi wilayah kita, sebagai modal pembangunan yang berkelanjutan,” ujar Junda Maulana, yang juga menjabat sebagai Ketua Pokja REDD+.
Ia menekankan bahwa skema perdagangan karbon dapat menjadi salah satu terobosan fiskal bagi daerah, terutama di tengah keterbatasan anggaran pembangunan infrastruktur, sosial, dan ekonomi.
Menurutnya, potensi kawasan hutan Sulbar yang luas dapat dioptimalkan bukan hanya sebagai penyerap emisi karbon, tetapi juga sebagai sumber pendapatan daerah berbasis lingkungan.
Pertemuan Pokja ini merupakan bagian dari program “Kolaborasi Para Pihak untuk Optimalisasi Hutan dan Lahan yang Berkontribusi terhadap Penurunan Emisi dan Peningkatan Penghidupan Berkelanjutan di Sulawesi Barat.”
Program ini dilaksanakan berdasarkan perjanjian penyaluran dana RBP REDD+ periode 2024–2027 antara Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dan SCF selaku lembaga perantara.
Junda Maulana juga mengungkapkan bahwa audiensi bersama SCF dan Gubernur Sulbar, Suhardi Duka, telah dilakukan untuk membahas peluang implementasi perdagangan karbon di tingkat daerah.
“Kami mendorong Tim Pokja bersama SCF untuk segera menyusun proposal pendanaan dan skema pembiayaan berbasis karbon, lalu mempresentasikannya kepada Bapak Gubernur. Bapperida akan terus mengawal dan mendukung penuh inisiatif ini,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Program Manager SCF, Abdul Syukur Ahmad, memaparkan laporan realisasi dana dan progres pelaksanaan program hingga September 2025. Dari total dana sebesar Rp12,68 miliar, telah masuk Rp5,9 miliar dan terealisasi Rp3,95 miliar, dengan rincian 9 dari 28 aktivitas telah selesai, 8 sedang berjalan, dan 11 lainnya belum dimulai.
Program REDD+ Sulbar ini ditargetkan berlangsung selama 36 bulan, sejak September 2024 hingga Agustus 2027, dengan harapan dapat memperkuat kontribusi daerah terhadap penurunan emisi karbon nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan. (Rls)